Site icon Jakartans.id

Coto Makassar, Kuliner Legendaris Sulawesi Selatan

jakartans.id – Coto Makassar, atau sering disebut Coto Mangkasara, adalah hidangan berkuah tradisional dari Suku Makassar, Sulawesi Selatan, yang telah menjadi ikon kuliner Indonesia. Dikenal dengan kuah kental yang kaya rempah dan isian daging serta jeroan sapi, coto Makassar menawarkan cita rasa gurih yang memanjakan lidah.

Sejarah Coto Makassar

Coto Makassar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, tepatnya pada masa Kerajaan Gowa-Tallo di wilayah selatan Makassar sekitar tahun 1538 Masehi. Awalnya, hidangan ini disajikan sebagai santapan istimewa bagi keluarga kerajaan, dengan daging sapi bagian sirloin dan tenderloin untuk bangsawan, sementara jeroan seperti hati, limpa, dan babat disajikan untuk rakyat jelata atau pengawal kerajaan.

Konon, coto Makassar diciptakan oleh seorang koki bernama Toak dari Kerajaan Bajeng, yang menggabungkan rempah-rempah lokal dengan pengaruh kuliner Tiongkok, seperti penggunaan sambal tauco. Hidangan ini kemudian menyebar ke masyarakat umum dan menjadi populer, bahkan diakui sebagai salah satu kuliner tertua di Indonesia, sejajar dengan nasi bakepor dan papeda. Sejak November 2008, coto Makassar juga menjadi salah satu menu dalam penerbangan domestik Garuda Indonesia dari dan ke Makassar.

Keunikan Coto Makassar

Keunikan coto Makassar terletak pada penggunaan sekitar 40 jenis rempah yang dikenal sebagai rampa patang pulo. Rempah-rempah ini meliputi bawang merah, bawang putih, ketumbar, jintan, kemiri, cengkeh, pala, jahe, lengkuas, daun salam, daun jeruk purut, dan kayu manis, serta kacang tanah sangrai yang dihaluskan untuk menciptakan kuah kental berwarna cokelat pekat. Pengaruh budaya Tiongkok terlihat dari penggunaan tauco, sementara budaya Arab dan India memengaruhi penggunaan santan dan rempah seperti pala dan merica.

Proses memasaknya juga khas, menggunakan kuali tanah liat yang disebut korong butta atau uring butta. Air cucian beras (air tajin) sering digunakan untuk merebus daging, memberikan tekstur dan rasa khas pada kuah. Untuk melembutkan daging, pepaya muda atau kapur kadang ditambahkan. Meskipun mengandung jeroan yang tinggi kolesterol, rempah-rempah dalam coto dipercaya dapat menetralisir zat-zat tersebut, membuatnya lebih aman untuk dikonsumsi.

Cara Penyajian dan Tradisi

Coto Makassar disajikan dalam mangkuk kecil dengan sendok bebek, biasanya dinikmati sebagai makanan selingan antara pukul 09.00 hingga 11.00 pagi, bukan sebagai menu sarapan, makan siang, atau makan malam. Hidangan ini lengkap dengan ketupat atau burasa (ketupat berbalut daun pisang yang dicampur santan), sambal tauco, bawang goreng, daun bawang, dan perasan jeruk nipis untuk menambah kesegaran.

Tradisi ini mencerminkan pengaruh budaya Tiongkok dalam penyajiannya, dan masyarakat Makassar menjaga aturan ini untuk mempertahankan identitas kuliner. Coto Makassar juga dianggap sebagai cikal bakal soto di Indonesia, memengaruhi berbagai variasi soto di daerah lain.

Resep Sederhana Coto Makassar

Berikut adalah resep sederhana untuk membuat coto Makassar di rumah:

Bahan:

Cara Membuat:

  1. Cuci bersih daging dan jeroan, rebus dengan air hingga empuk, saring air rebusan untuk kuah.

  2. Haluskan bumbu, tumis bersama daun salam, daun jeruk, serai, lengkuas, dan kayu manis hingga harum.

  3. Masukkan bumbu tumis ke air rebusan daging, tambahkan kacang tanah halus dan santan cair. Masak dengan api kecil hingga bumbu meresap.

  4. Potong daging dan jeroan, masukkan kembali ke kuah. Bumbui dengan garam dan gula.

  5. Sajikan panas dengan ketupat, taburan bawang goreng, daun bawang, sambal tauco, dan perasan jeruk nipis.

Tips: Gunakan daging segar dan rebus jeroan terpisah untuk menghilangkan bau. Santan cair berkualitas dapat meningkatkan kekentalan dan kelezatan kuah.

Makna Budaya dan Popularitas

Coto Makassar bukan sekadar makanan, tetapi juga simbol kebinekaan budaya Makassar yang menggabungkan pengaruh lokal, Tiongkok, Arab, dan India. Hidangan ini telah merambah ke berbagai daerah di Indonesia, bahkan ke mancanegara seperti Spanyol dan Australia. Keberhasilannya memenangkan Festival Kuliner “Pesta Juadah 2011” di Malaysia menunjukkan daya tariknya di kancah internasional.

Warung coto seperti Coto Alauddin dan Coto Paraikatte di Makassar menjadi destinasi wajib untuk menikmati cita rasa autentik, dengan suasana yang mencerminkan kehangatan budaya lokal. Namun, tantangan seperti penggunaan alat masak modern dan pencampuran dengan menu lain perlu diperhatikan untuk menjaga keaslian.

Coto Makassar adalah warisan kuliner yang kaya akan sejarah dan cita rasa. Dengan perpaduan rempah yang kompleks, kuah kental, dan tradisi penyajian yang unik, hidangan ini mencerminkan kekayaan budaya Sulawesi Selatan. Baik dinikmati di warung pinggir jalan di Makassar atau dibuat sendiri di rumah, coto Makassar menawarkan pengalaman kuliner yang tak terlupakan. Jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi semangkuk coto panas dengan burasa dan sambal tauco—sebuah perjalanan rasa yang membawa Anda ke jantung tradisi Makassar.

Exit mobile version